PerilakuAsmaul Husna yang kedua, Menjadi orang yang jujur dan dapat memberikan rasa aman Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu'min adalah seperti berikut. Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan. Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapat membahayakan pengguna jalan.
Merekaberamar makruf dan mencegah dari kemungkaran, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan mendapat rahmat dari Allah subhanahu wa ta'ala, dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (at-Taubah: 71) Baca juga: Kewajiban Amar Makruf Nahi Mungkar. Demikian pula sebaliknya.
Namunsiapa sangka kedua anak itu berlarian dengan tegas mengembalikan uang tukar yang baru diperolehnya Rp 4.000 dari orang sekitar, sambil mengucapkan: "Maaf mbak cuma ada uang Rp 4.000, nanti kalua lewat sini lagi saya kembalikan. (kutipan berita yang ditulis oleh Rizky Mandasari pada 10 Januari 2018)
Menunjukkancinta kasih terhadap sesama manusia juga bisa diwujudkan dengan tolong menolong. Kita harus dengan senang hati menolong teman yang kesulitan. Tentu saja dalam keadaan seperti ini kita tidak boleh mengharapkan imbalan. Karena membantu dengan tulus ikhlas adalah lebih utama bagi kemanusiaan. Tidak menyakiti perasaan teman
Pahlawanmerupakan mereka yang memiliki jasa untuk bangsa dan negara, yang telah berjuang dengan mempertaruhkan harta, benda bahkan nyawa mereka. Setiap daerah di Indonesia memiliki pahlawan yang dahulu melawan penjajah dan membantu proses kemerdekaan untuk Indonesia. Dan sekarang ini, setelah Indonesia merdeka, sebagai warga negara yang baik harus tetap meneladani dan menerapkan sikap-sikap
Perintahuntuk saling menolong dalam mewujudkan kebaikan dan ketakwaan 1. Page 1 of 6 Perintah Untuk Saling Menolong Dalam Mewujudkan Kebaikan dan Ketakwaan Nash (Teks) Ayat al-Quran ۚ ۚ ۘۖۚ ۖ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang- binatang had-ya, dan binatang
BNSGIYE. I K H L A SOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْDari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh 1. Muslim dalam kitab Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim Dzulmin Muslim Wa Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa Irdhihi Wa Malihi, VIII/11, atau no. 2564 33. 2. Ibnu Majah dalam kitab Az Zuhud, bab Al Qana’ah, no. 4143. 3. Ahmad dalam Musnad-nya II/ 539. 4. Baihaqi dalam kitab Al Asma’ Wa Shifat, II/ 233-234, bab Ma Ja’a Fin Nadhar. 5. Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, IV/103 no. IKHLAS Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada Izz bin Abdis Salam berkata “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”.Al Harawi mengatakan “Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi”.Abu Utsman berkata “Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq Allah”.Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata “Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin”.Abu Ali Fudhail bin Iyadh berkata “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”[1]Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau karena mencari harta rampasan perang, atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang, karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, agar mendapat tempat di hati orang banyak, mendapat sanjungan tertentu, karena kesombongan yang terselubung, atau karena alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu; maka semua ini merupakan noda yang mengotori niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. Setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak, dan apabila hati kita bergantung kepadanya, maka kemurniaan amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya. Karena itu, orang yang jiwanya terkalahkan oleh perkara duniawi, mencari kedudukan dan popularitas, maka tindakan dan perilakunya mengacu pada sifat tersebut, sehingga ibadah yang ia lakukan tidak akan murni, seperti shalat, puasa, menuntut ilmu, berdakwah dan Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat MEWUJUDKAN IKHLAS Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama yang telah meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Sufyan Ats Tsauri berkata,”Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku”[2]Karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdo’aيَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَYa, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada seorang sahabat berkata,”Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,”Ya, karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati sekehendakNya. [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat Shahih At Tirmidzi, III/171 no. 2792; Shahih Jami’ush Shagir, dan Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].Yahya bin Abi Katsir berkata,”Belajarlah niat, karena niat lebih penting daripada amal”[3]Muththarif bin Abdullah berkata,”Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung kepada kebaikan niat”[4]Pernah ada orang bertanya kepada Suhail “ Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?” Ia menjawab,”Ikhlas, sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas”[5]Dikisahkan ada seorang alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain.[6]Yusuf bin Husain Ar Razi berkata,”Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya, dengan warna lain.”[7]Ada pendapat lain, ikhlas sesaat saja merupakan keselamatan sepanjang masa, karena ikhlas sesuatu yang sangat mulia. Ada lagi yang berkata, barangsiapa melakukan ibadah sepanjang umurnya, lalu dari ibadah itu satu saat saja ikhlas karena Allah, maka ia akan ikhlas merupakan masalah yang sulit, sehingga sedikit sekali perbuatan yang dikatakan murni ikhlas karena Allah. Dan sedikit sekali orang yang memperhatikannya, kecuali orang yang mendapatkan taufiq pertolongan dan kemudahan dari Allah. Adapun orang yang lalai dalam masalah ikhlas ini, ia akan senantiasa melihat pada nilai kebaikan yang pernah dilakukannya, padahal pada hari kiamat kelak, perbuatannya itu justru menjadi keburukan. Merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللهِ مَالَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَاكَسَبُوا وَحَاقَ بِهِم مَّاكَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِءُونَDan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka jelaslah bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat … [Az Zumar/3947-48]قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًاKatakanlah”Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahfi/18 103-104][8]Bila Anda melihat seseorang, yang menurut penglihatan Anda telah melakukan amalan Islam secara murni dan benar, bahkan boleh jadi dia juga beranggapan seperti itu. Tapi bila Anda tahu dan hanya Allah saja yang tahu, Anda mendapatkannya sebagai orang yang rakus terhadap dunia, dengan cara berkedok pakaian agama. Dia berbuat untuk dirinya sendiri agar dapat mengecoh orang lain, bahwa seakan-akan dia berbuat untuk lagi yang lain, yaitu beramal karena ingin disanjung, dipuji, ingin dikatakan sebagai orang yang baik, atau yang paling baik, atau terbetik dalam hatinya bahwa dia sajalah yang konsekwen terhadap Sunnah, sedangkan yang lainnya lagi yang belajar karena ingin lebih tinggi dari yang lain, supaya dapat penghormatan dan harta. Tujuannya ingin berbangga dengan para ulama, mengalahkan orang yang bodoh, atau agar orang lain berpaling kepadanya. Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengancam orang itu dengan ancaman, bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam neraka jahannam. Nasalullaha As Salamah wal Afiyah.[9]Membersihkan diri dari hawa nafsu yang tampak maupun yang tersembunyi, membersihkan niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. memerlukan usaha yang maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi setan ke dalam jiwa, membersihkan hati dari unsur riya’, kesombongan, gila kedudukan, pangkat, harta untuk pamer dan mewujudkan ikhlas, dikarenakan hati manusia selalu berbolak-balik. Setan selalu menggoda, menghiasi dan memberikan perasaan was-was ke dalam hati manusia, serta adanya dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh berbuat jelek. Karena itu kita diperintahkan berlindung dari godaan setan. Allah يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌDan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-A’raf/7200].Jadi, solusi ikhlas ialah dengan mengenyahkan pertimbangan-pertimbangan pribadi, memotong kerakusan terhadap dunia, mengikis dorongan-dorongan nafsu dan bersungguh-sunguh beramal ikhlas karena Allah, akan mendorong seseorang melakukan ibadah karena taat kepada perintah Allah dan Rasul, ingin selamat di dunia-akhirat, dan mengharap ganjaran dari mewujudkan ikhlas bisa tercapai, bila kita mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan taqarrub kepada Allah, selalu mendengar nasihat mereka, serta berupaya semaksimal mungkin dan bersungguh-sungguh mengekang dorongan nafsu, dan selalu berdo’a kepada Allah Ta’ BERAMAL YANG BERCAMPUR ANTARA IKHLAS DAN TUJUAN-TUJUAN LAIN Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin menjelaskan tentang seseorang yang beribadah kepada Allah, tetapi ada tujuan lain. Beliau membagi menjadi tiga Seseorang bermaksud untuk taqarrub kepada selain Allah dalam ibadahnya, dan untuk mendapat sanjungan dari orang lain. Perbuatan seperti membatalkan amalnya dan termasuk syirik, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Allah berfirmanأَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِي غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُAku tidak butuh kepada semua sekutu. Barangsiapa beramal mempersekutukanKu dengan yang lain, maka Aku biarkan dia bersama sekutunya. [HSR Muslim, no. 2985; Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah].Kedua Ibadahnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan duniawi, seperti ingin menjadi pemimpin, mendapatkan kedudukan dan harta, tanpa bermaksud untuk taqarrub kepada Allah. Amal seperti ini akan terhapus dan tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanمَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَBarangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. [Hud/1115-16].Perbedaan antara golongan kedua dan pertama ialah, jika golongan pertama bermaksud agar mendapat sanjungan dari ibadahnya kepada Allah; sedangkan golongan kedua tidak bermaksud agar dia disanjung sebagai ahli ibadah kepada Allah dan dia tidak ada kepentingan dengan sanjungan manusia karena Seseorang yang dalam ibadahnya bertujuan untuk taqarrub kepada Allah sekaligus untuk tujuan duniawi yang akan diperoleh. Misalnya Tatkala melakukan thaharah, disamping berniat ibadah kepada Allah, juga berniat untuk membersihkan dengan tujuan diet dan taqarrub kepada ibadah haji untuk melihat tempat-tempat bersejarah, tempat-tempat pelaksaan ibadah haji dan melihat para jamaah ini dapat mengurangi balasan keikhlasan. Andaikata yang lebih banyak adalah niat ibadahnya, maka akan luput baginya ganjaran yang sempurna. Tetapi hal itu tidak menyeret pada dosa, seperti firman Allah tentang jama’ah haji disebutkan dalam KitabNya[10]لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْTidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia rezeki dari Rabb-mu……[Al Baqarah/2198].Namun, apabila yang lebih berat bukan niat untuk beribadah, maka ia tidak memperoleh ganjaran di akhirat, tetapi balasannya hanya diperoleh di dunia; bahkan dikhawatirkan akan menyeretnya pada dosa. Sebab ia menjadikan ibadah yang mestinya karena Allah sebagai tujuan yang paling tinggi, ia jadikan sebagai sarana untuk mendapatkan dunia yang rendah nilainya. Keadaan seperti itu difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَآ إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَDan di antara mereka ada yang mencelamu tentang pembagian zakat, jika mereka diberi sebagian darinya mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta mereka menjadi marah. [At-Taubah/958].Dalam Sunan Abu Dawud[11], dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ada seseorang bertanya “Ya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ! Seseorang ingin berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin mendapatkan harta imbalan dunia?” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Tidak ada pahala baginya,” orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Beliau Shallallahu alaihi wa salalm menjawab,”Tidak ada pahala baginya.”Di dalam Shahihain Shahih Bukhari, dan Shahih Muslim, dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا ، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَىمَا هَاجَرَ إِلَيْهِBarangsiapa hijrahnya diniatkan untuk dunia yang hendak dicapainya, atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrahnya sesuai dengan tujuan niat dia ada dua tujuan dalam takaran yang berimbang, niat ibadah karena Allah dan tujuan lainnya beratnya sama, maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama. Pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran ialah, bahwa orang tersebut tidak mendapatkan golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada golongan sebelumnya merupakan pokok sasarannya, kehendaknya merupakan kehendak yang berasal dari amalnya, seakan-akan yang dituntut dari pekerjaannya hanyalah urusan dunia ditanyakan “bagaimana neraca untuk mengetahui tujuan orang yang termasuk dalam golongan ini, lebih banyak tujuan untuk ibadah atau selain ibadah?”Jawaban kami “Neracanya ialah, apabila ia tidak menaruh perhatian kecuali kepada ibadah saja, berhasil ia kerjakan atau tidak. Maka hal ini menunjukkan niatnya lebih besar tertuju untuk ibadah. Dan bila sebaliknya, ia tidak mendapat pahala”.Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang, bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah disebabkan dengan seorang ulama Salaf berkata “Tidak ada satu perjuangan yang paling berat atas diriku, melainkan upayaku untuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam niat dan dibereskan seluruh amal”[12].IKHLAS ADALAH SYARAT DITERIMANYA AMAL Di dalam Al Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemurnian amal dari berbagai pokok dari keutamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat yang tidak akan di terima di sisi Allah, kecuali dengan keduanya. Pertama. Niat dan ikhlas karena Allah. Kedua. Sesuai dengan Sunnah; yakni sesuai dengan KitabNya atau yang dijelaskan RasulNya dan sunnahnya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai shalih dan tertolak, sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNyaوَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًاBarangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-nya. [Al Kahfi 110].Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar menjadikan amal itu bernilai shalih, yaitu sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Dia memerintahkan agar orang yang mengerjakan amal shalih itu mengikhlaskan niatnya karena Allah semata, tidak menghendaki selainNya[13]Al Hafizh Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nya [14] “Inilah dua landasan amalan yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ”.Dari Umamah, ia berkata Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata,”Bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,”Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa tidak mendapatkan ganjaran, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُSesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan dengan amal perbuatan itu mencari wajah Allah. [HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, Allah bersambung[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Imam An Nawawi I/16-17, Cet. Darul Fikr; Madarijus Salikin II/95-96, Cet. Darul Hadits Kairo; Al Ikhlas, oleh Dr. Sulaiman Al Asyqar, hlm. 16-17, Cet. III, Darul Nafa-is, Tahun 1415 H; Al Ikhlas Wasy Syirkul Asghar, oleh Abdul Lathif, Cet. I, Darul Wathan, [2] .Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab I/17; Jami’ul Ulum Wal Hikam I/70. [3] Jami’ul Ulum Wal Hikam I/70. [4] Ibid.I/71. [5] Madarijus Salikin II/95. [6] Tazkiyatun Nufus, hlm. 15-17. [7] Madarijus Salikin II/96. [8] Tazkiyatun Nufus, hlm. 15-17. [9] Lihat hadits yang semakna dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib I/153-155; At Tarhib Min Ta’allumil Ilmi Lighairi Wajhillah Ta’ala, hadits no. 105-110; dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah [10] Ada beberapa amal lain yang mirip dengan contoh di atas, seperti • Menunaikan ibadah haji dan umrah, disamping bertujuan ibadah, juga untuk bertamasya tour. • Mendirikan shalat malam, tujuannya supaya lulus ujian, usahanya berhasil dan lainnya. • Berpuasa, agar tidak boros dan tidak disibukkan dengan urusan makan. • Menjenguk orang sakit, agar ia dijenguk pula bila ia sakit. • Mendatangi walimah nikah, agar yang mengundang datang bila diundang. • I’tikaf di masjid, supaya ringan biaya kontrak sewa tempat, atau untuk melepas kepenatan mengurus keluarga. Apapun yang mendorongnya, semua pekerjaan yang tujuannya taqarrub, akan menjadi berkurang nilainya dan bisa jadi terhapus. Wallahu a’lam. pen. [11] Sunan Abu Dawud, Kitabul Jihad, Bab Fi Man Yaghzu Yaltamisud Dunya, no. 2516. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 2196. [12] Majmu’ Fatawaa wa Rasa-il, I/98-100, Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Tartib Fahd bin Nashir bin Ibrahim As Sulaiman, Cet. II Darul Wathan Lin Nasyr, Th. 1413 H [13] Lihat At Tawassul Anwa’uhu Wa Ahkamuhu, Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. III, Darus Salafiyyah, [14] Tafsir Ibnu Katsir III/120-121, Cet. Maktabah Darus Salam
loading...Selalu memohon perlindungan kepada Allah Taala, dan intalah selalu kepada-Nya agar Dia memberikan keikhlasan kepada kita. Foto ilustrasi/ist Ikhlas merupakan amalan hati yang perlu mendapatkan perhatian khusus secara mendalam dan dilakukan secara terus-menerus. Baik ketika hendak beramal , sedang beramal, maupun ketika sudah beramal. Hal ini dilakukan agar amalan yang dilakukan bernilai di hadapan Allah. Baca Juga Nah, di bulan Ramadhan menjadi bulan yang sangat tepat untuk kita terus belajar, termasuk belajar tentang cara ikhlas beramal ini. Dinukil dari buku 'Khutuwaat ilas Sa’adah' karya Dr. Abdul Muhsin Al Qasim Imam dan Khatib Masjid Nabawi yang telah diterjemahkan, dijelaskan tentang beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang bisa berlaku ikhlas dalam beramal, berikut di antaranya1. Selalu berdoaSelalu memohon perlindungan kepada Allah Ta'ala, Dialah yang membolak-balikkan hati manusia. Zat yang ditangan-Nya-lah hidayah berada, tampakkanlah hajat dan kefakiran kepada-Nya. Mintalah selalu kepada-Nya agar Dia memberikan keikhlasan kepadamu. Umar bin Khattab radhiyallahu anhu selalu memanjatkan doa ini; اللهم اجعل عملي كلها صالحا, واجعله لوجهك خالصا, و لا تجعل لأحد فيه شيئا“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun.” Baca Juga 2. Sembunyikan amalBisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah engkau beramal untuk diingat. Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan."Jadi, amal yang tersembunyi -dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi kuat bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas. 3. Selalu melihat amal orang-orang shaleh panutan Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan orang shaleh terdahulu sebagai panutan kita. Allah ta’ala berfirman,أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ ٩٠“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan Al-Quran. Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” QS Al An’am 90. Baca Juga Bila perlu, baca buku-buku biografi para ulama, ahli ibadah, dan zuhhad orang yang zuhud, karena hal itu lebih mampu untuk menambah keimanan di dalam Menganggap remeh amalPenyakit yang sering melanda hamba adalah ridha puas dengan dirinya. Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal itu akan membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang telah dikerjakan tidak bin Jubair mengatakan, “Seorang bisa masuk surga berkat dosanya dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya. Maka ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sa’id menjawab, “Pria tadi mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah. Pria yang lain mengerjakan suatu kebaikan, namun dia senantiasa ujub bangga dengan amalnya tersebut, sehingga tatkala bertemu Allah, dia pun dimasukkan ke dalam neraka Allah.”
Secara harfiyah, ikhlas artinya tulus dan bersih. Adapun menurut istilah, ikhlas ialah mengerjakan sesuatu kebaikan dengan semata-mata mengharap rida Allah SWT. Bagi orang yang ikhlas, suatu perbuatan baik tidak harus dikaitkan dengan imbalan atau balasan, melainkan semata-mata ingin mendapatkan rida Allah SWT. Jadi meskipun tidak mendapat imbalan apa pun dan dari pihak mana pun, akan tetap melakukan perbuatan baiknya tersebut. Ciri-ciri sifat ikhlas dalam jiwa seseorang dapat tampak dari sikap perilakunya sehari-hari. Gejala-gejala seseorang dapat dilihat secara kasat mata, diantaranya pada hal-hal berikut ini a. Tidak mengharapkan imbalan apa pun dari manusia, selain rido Allah SWT. semata. b. Tidak merasa terpaksa atau terbebanni dalam emlakukan suatu pekerjaan. c. Tidak atas dasar perintah atau tugas dan kewajiban dari pihak lain. d. Mengerjakannya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh. e. Tidak karena ingin dipuji atau disanjung oleh pihak lain. f. Melakukannya dengan penuh pengabdian. Dalil aqli dan naqli tentang ikhlas. Ikhlas adalah sikap perbuatan terpuji yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Orang yang memiliki sikap perilaku ikhlas, tidak akan pernah merasa berat dalam menjalankan setiap tugas dan pekerjaan. Sebab sikap jiwa ikhlas dapat meringankan beban dan perasaan berat dalam mengerjakan suatu perbuatan. Suatu perbuatan yang dilakukan tanpa keikhlasan, tidak akan mendatangkan kebaikan, baik bagi pelakunya maupun bagi pihak lain yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu, Allah SWT. menyeru kita untuk selalu ikhlas dalam beramal, khususnya dalam beribadat kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya Artinya; "Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab Al Quran dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." Az-Zumar 2-3 Klasifikasi Nilai-nilai Ikhlas. Ikhlas dan tulus atas apa yang dilakukan dan diucapkan merupakan sikap terpuji, dan mengandung nilai-nilai yang sangat luhur dan mulia. Nilai-nilai luhur berakhlak ikhlas dapat diklasifikasikan sebagai berikut a. Tidak berharap imbalan apa pun kecuali rido Allah semata. b. Mengerjakan sesuatu atas kesadaran sendiri, tidak karena adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. c. Mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati, tanpa ada rasa sungkan dan malas apalagi merendahkan ata spekerjaannya tersebut. d. Tidak girang ketika dipuji, dan tidak benci ketika dicela dan dicaci e. Bersedia menerima masukan, saran dan kritik dari orang atau pihak lain dengan senang hati. Sikap dan Perilaku Ikhlas. Ikhlas artinya bersih dan tulus dalam melakukan sesuatu, tanpa adanya harapan untuk mendapatkan imbalan dan balasan dari apa yang dikerjakannya itu, selain mengharapkan ridla Allah SWT. semata. Ikhlas atau tidaknya seseorang dalam melakukan suatu perbuatan sangat tergantung pada niatnya, sedangkan niat itu tempatnya didalam hati, sehingga keikhlasan seseorang sukar untuk diketahui. Namun demikian, dapat dilihat dari sikap perilakunya yang tampak. Orang yang ikhlas dalam beramal dan berbuat sesuatu, tidak akan merasa terbebani atau terpaksa atas perbuatannya tersebut, melainkan ia merasa senang dan gembira telah dapat beramal atau berbuat demikian. Firman Allah SWT. dalam Al-Insan ayat 8-9 yaitu Artinya "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih." Al-Insan 8-9 Terbiasa Berakhlak Terpuji ikhlas Bersikap perilaku ikhlas merupakan suatu perbuatan terpuji yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Oleh sebab itu, hendaknya kita mulai membiasakan diri berakhlak ikhlas dalam setiap ucapan dan perbuatan. Dalam upaya membiasakan diri berakhlak ikhlas, ada baiknya diperhatikan bebrapa hal berikut ini a. Tanamkan kesadaran dalam hati bahwa apa yang kita miliki hanya titipan Allah. b. Luruskan niat pada setiap melakukan suatu amal perbuatan, semata-mata hanya ingin mendapatkan rida Allah SWT. c. Dalam beramal jangan pilih kasih, melainkan semua orang harus dipandang sama. d. Lupakan setiap amal kebaikan yang telah dilakukan, agar tidak memiliki rasa angkuh dan sombong. e. Berdoalah kepada Allah SWT. agar diberi kekuatan dalam berakhlak ikhlas. Baca Juga -Rahasia Surat Al-Ikhlas yang Tidak Ada Kata Ikhlas Didalam Ayatnya
Web server is down Error code 521 2023-06-15 223831 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d7e4dbfcde71c88 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Sejak kecil, orangtua dan guru kita mungkin sudah sering mengajarkan kita untuk bersikap ringan tangan terhadap orang lain. Sebagai makhluk sosial, kita memang gak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Ada masa saat kita butuh bantuan orang lain, namun ada juga waktunya dimana kita perlu memberikan bantuan kepada orang kehidupan sehari-hari, kita mungkin sudah sering membantu orang, misalnya menolong tetangga yang akan pindah rumah, memberi sedekah, membantu orang tua bekerja, dan lain sebagainya. Namun, apakah semua pertolongan itu sudah kita berikan dengan ikhlas? Ketika menolong orang lain, perasaan ikhlas harus ada di dalam diri kita agar semuanya berkah. Tapi di samping itu, apakah kamu tahu kalau menolong orang lain dengan ikhlas juga membawa keuntungan bagi diri kita sendiri?Berikut ini merupakan lima hal baik yang bisa kita peroleh bila kita ikhlas saat menolong orang Hati dan pikiran menjadi menolong orang lain secara ikhlas, hati kita akan menjadi lebih tenang dan pikiran pun menjadi lebih positif. Hal ini pada akhirnya dapat mendatangkan kebahagiaan bagi kita. Saat menolong orang, otak kita akan memproduksi hormon dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan bahagia. Hormon ini juga bisa meyakinkan kita bahwa menolong dan berbagi merupakan kegiatan yang positif. Selain itu, saat menolong orang lain dengan ikhlas, tubuh kita juga menghasilkan hormon oksitosin yang dapat mengurangi stres dan mengembangkan rasa percaya diri kita dalam berinteraksi dengan orang pikiran yang tenang, fisik kita pun menjadi lebih sehat. Gak hanya itu, ketenangan dan ketenteraman tersebut juga tentunya akan memungkinkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih produktif dan mampu menghasilkan berbagai prestasi Menjalin atau mempererat hubungan baik dengan orang lain MorilloKetika kita menolong orang lain dengan ikhlas, kita dapat memberikan pertolongan tersebut secara maksimal sehingga orang lain pun dapat terbantu dengan maksimal. Karena itu, orang yang kita tolong tentu akan lebih senang ditolong oleh orang yang ikhlas dibandingkan dibantu dengan orang yang gak ikhlas memberikan kita saat menolong orang lain seringkali dapat 'dirasakan' oleh orang yang kita tolong, sehingga hal ini dapat berdampak pada terjalinnya hubungan baik antara si penolong dan orang yang ditolong. Sekecil apapun hal yang kita berikan kepada orang lain, orang tersebut akan senang dan kita menjadi orang yang baik dan membiasakan diri untuk selalu menebarkan kebaikan dimana pun kita berada, maka otomatis orang lain pun akan berlaku baik kepada kita. Demikian juga saat kita menolong orang lain dengan ikhlas, orang yang kita tolong tersebut juga akan berlaku baik kepada kita. Bahkan ketika suatu saat nanti kita dalam kondisi membutuhkan bantuan, orang lain akan cenderung lebih mudah ringan tangan kepada kita. Baca Juga 5 Dampak Buruk jika Kamu Terlalu Ekspresif di Depan Orang Lain! 3. Kita pun gak akan mudah yang ikhlas memberikan pertolongan kepada orang lain gak akan pernah meminta pamrih atau balas jasa dari orang yang ditolongnya. Mereka hanya ingin sekadar menolong dan gak ada niat lain selain itu. Sikap seperti ini baik karena mencegah kita dari rasa orang yang gak ikhlas menolong orang lain umumnya akan meminta pamrih dari orang lain. Hal ini dapat berujung pada kekecewaan, misalnya bila ternyata orang yang kita tolong gak mau menolong kita balik saat kita sedang membutuhkan itu, ikhlaslah saat menolong orang lain dan jangan bereskspektasi apapun dari orang yang kita tolong. Ingatlah bahwa Tuhanlah yang akan memberikan ganjaran pahala untuk Membentuk kepribadian yang PiacquadioSaat kita membiasakan diri membantu orang lain dengan ikhlas, sebenarnya kita sedang membangun karakter diri yang positif. Menolong dan berbagi akan membantu mengasah kepedulian sosial dan rasa kepekaan kita. Kita pun gak akan berpikir panjang ketika ada orang yang memang menurut kita pantas untuk itu, dengan ikhlas menolong orang lain, kita pun akan menjadi pribadi yang lebih mudah bersyukur. Misalnya, hanya dengan menyedekahkan sebagian kecil uang yang kita miliki untuk diberikan ke orang yang kurang mampu, kita pun jadi tahu kalau ternyata masih ada orang yang bernasib kurang beruntung. Kita akan lebih mensyukuri apa yang sudah kita miliki yang baik pada akhirnya dapat membuat kita memiliki citra yang positif di mata orang lain. Meski begitu, jangan sampai orang lain malah 'memanfaatkan' citra kita sebagai 'sang penolong'. Kita tetap harus selektif terhadap apa-apa yang perlu atau pantas untuk kita tolong dan gak perlu Mendapatkan perlu kita pahami, semua pertolongan yang kita berikan dengan ikhlas kepada orang lain, sekecil atau seremeh apapun itu, gak akan pernah sia-sia karena kita akan mendapatkan sih yang gak mau dapat pahala? Pasti kita semua mau dong. Apalagi di saat bulan suci Ramadan seperti saat ini, menolong dan berbagi kepada sesama akan mendatangkan banyak keberkahan dan pahala yang lebih itulah tadi lima hal baik yang bisa kita dapatkan bila ikhlas saat menolong orang lain. Ternyata, manfaat dari menolong dengan ikhlas gak hanya sampai ke orang yang kita tolong saja, tapi juga akan berbalik ke kita sendiri. Yuk, tetap semangat menebar kebaikan! Baca Juga 6 Sikap Bijak untuk Menolong Teman dari Toxic Relationship IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
menolong dengan ikhlas merupakan pengamalan sifat